الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Allah ta'ala berfirman :
] ليس كمثله شىء [ ( سورة الشورى : 11 )
Maknanya : “Dia (Allah) tidak
menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi),
dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (Q.S. as-Syura:
11)
Ayat ini adalah ayat yang paling jelas dalam al Qur'an yang berbicara
tentang tanzih (mensucikan Allah dari
menyerupai makhluk), at-Tanzih al
Kulli; pensucian yang total dari menyerupai makhluk. Jadi maknanya sangat
luas, dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah maha suci dari berupa benda,
maha suci dari berada pada satu arah atau banyak arah atau semua arah. Allah
maha suci dari berada di atas 'arsy, di bawah 'arsy, sebelah kanan atau sebelah
kiri 'arsy. Allah juga maha suci dari sifat-sifat benda seperti bergerak, diam,
berubah, berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain dan sifat-sifat benda
yang lain.
Al Imam Abu Hanifah berkata:
" أنـى يشبه الخالق مخلوقـه
"
"Mustahil Allah menyerupai
makhluk-Nya".
Jadi Allah tidak menyerupai makhluk-Nya, dari satu segi maupun semua
segi. Al Imam Malik berkata :
" وكيف عنه مرفوع "
"Kayfa ( bagaimana; sifat-sifat
benda) itu mustahil bagi Allah".
Perkataan al Imam Malik ini diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi
dengan sanad yang jayyid (kuat). Maksud perkataan al Imam Malik ini
adalah bahwa Allah maha suci dari al
Kayf (sifat makhluk) sama sekali.
Definisi al Kayf adalah segala sesuatu yang merupakan sifat
makhluk seperti duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dengan jarak dan
lain–lain.
Penjelasan Mengenai Hadd dan
Mahdud
المحدود عند علماء
التوحيد ما له حجم صغيرا كان أو كبيرا والحد عندهم هو الحجم إن كان صغيرا وإن كان
كبيرا الذرة محدودة والعرش محدود والنور والظلام والريح كل
محدود.
"Menurut ulama tauhid yang dimaksud dengan al mahdud (sesuatu yang
berukuran) adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk baik kecil maupun besar.
Sedangkan pengertian al hadd
(batasan) menurut mereka adalah bentuk baik kecil maupun besar.
Adz-Dzarrah (sesuatu yang terlihat
dalam cahaya matahari yang masuk melalui jendela) mempunyai ukuran dan
disebut Mahdud demikian juga 'Arsy,
cahaya, kegelapan dan angin masing-masing mempunyai ukuran dan disebut
Mahdud ".
Allah ta'ala berfirman :
] الحمد لله الذي خلق السموات و الأرض وجعل الظلمات
و النور [
( سورة الأنعام : 1 )
Maknanya : "Segala puji bagi
Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menjadikan kegelapan dan
cahaya" (Q.S. al An'am : 1)
Dalam ayat ini Allah ta'ala menyebutkan langit dan bumi, keduanya
termasuk benda yang dapat dipegang oleh tangan (Katsif). Allah juga menyebutkan
kegelapan dan cahaya, keduanya termasuk benda yang tidak dapat dipegang oleh
tangan (Lathif). Ini memberikan
pemahaman kepada kita bahwa pada Azal
(keberadaan tanpa permulaan) tidak ada sesuatupun selain Allah, baik itu benda
katsif maupun benda lathif. Dan ini berarti bahwa Allah tidak menyerupai benda
lathif maupun benda katsif.
Allah ta'ala menciptakan alam ini terbagi menjadi dua bagian: benda dan
sifat benda. Benda terbagi menjadi dua: Pertama : benda katsif yaitu benda yang
dapat dipegang oleh tangan seperti pohon, manusia, air dan api. Kedua : Benda
Lathif, yaitu benda yang tidak dapat dipegang oleh tangan seperti cahaya,
kegelapan, ruh, udara.
Masing-masing benda memiliki batas, ukuran, dan bentuk. Allah ta'ala
berfirman:
] وكل شىء عنده بمقدار[ ( سورة
الرعد : 8 )
Maknanya : "Segala sesuatu
memiliki ukuran (yang telah ditentukan oleh Allah)" (Q.S. ar-Ra'd :
8)
Bahwa benda katsif memiliki ukuran adalah hal yang sudah jelas.
Sedangkan mengenai bahwa benda lathif memiliki ukuran adalah sesuatu yang
memerlukan pengamatan dan penelitian yang seksama. Cahaya misalnya memiliki
tempat dan ruang kosong yang diisi olehnya, cahaya matahari menyebar ke
areal/jarak yang sangat luas yang diketahui oleh Allah, ukurannya sangat luas.
Sementara cahaya lilin ukurannya sangat kecil. Cahaya kunang–kunang yang
berjalan di rerumputan di malam hari, Allah jadikan cahayanya sekecil itu.
Cahaya yang paling luas adalah cahaya surga. Jadi masing-masing cahaya tersebut
memiliki batas dan ukuran yang membatasinya. Kegelapan juga memiliki ukuran dan
ruang kosong yang diisi olehnya. Kadang tempat kegelapan tersebut sempit dan
kadang luas. Demikian juga angin memiliki tempat yang diisi olehnya. Para
Malaikat diperintahkan oleh Allah untuk menimbangnya dan mengirimkannya sesuai
dengan perintah dan ketentuan Allah. Ada angin yang dingin, angin yang panas.
Ada angin yang Allah kirimkan untuk menghancurkan suatu kaum, juga ada angin
yang dikirimkan sebagai rahmat. Jadi masing-masing angin tersebut memiliki
timbangan yang telah ditentukan oleh Allah. Demikian juga, roh memiliki ukuran.
Ketika roh berada pada tubuh manusia, roh berukuran sama dengan badan orang
tersebut dan ketika roh berpisah, meninggalkan badan seseorang ia bertempat di
udara tanpa menyatu dengan jasadnya. Jadi kesimpulannya setiap makhluk pasti
memiliki tempat, baik tempat yang besar maupun yang kecil.
Benda paling kecil yang diciptakan oleh Allah dan bisa dilihat oleh mata
adalah haba'. Haba' adalah sesuatu
yang kecil yang terlihat apabila sinar matahari masuk ke dalam rumah dari
jendela, nampak seperti debu yang kelihatan oleh mata, benda ini disebut haba'.
Memang masih ada lagi benda yang lebih kecil dari haba', yang bahkan tidak dapat
dilihat oleh mata karena sangat kecilnya, walaupun demikian tetap saja benda
tersebut memiliki bentuk yaitu bentuk yang paling kecil yang diciptakan oleh
Allah yang disebut dalam istilah ilmu tauhid al Jawhar al Fard; bagian yang tidak bisa dibagi– bagi lagi. Al Jawhar al Fard adalah benda yang
paling kecil yang diciptakan oleh Allah,
al Jawhar al Fard adalah asal bagi semua benda.
Semua benda ini memilki batas dan ukuran dan karenanya membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam
ukuran tersebut, dan dengan begitu benda tidak sah menjadi tuhan. Ketuhanan
hanya sah berlaku bagi yang tidak memiliki ukuran sama sekali, yaitu Allah yang
maha suci dari status Mahdud (Allah
tidak memiliki batas dan ukuran). Makna Mahdud di sini tidak hanya berlaku bagi
sesuatu yang memiliki bentuk kecil saja akan tetapi sesuatu yang memiliki bentuk
yang besar juga disebut Mahdud.
Sedangkan al A'radl adalah
sifat benda seperti bergerak, diam, warna, rasa dan lain–lain. Jadi di antara
sifat benda adalah bergerak dan diam, sebagian benda terus-menerus bergerak,
yaitu bintang, bahkan an-Najm al
Quthbi (bintang yang bisa menunjukkan arah kiblat) pun bergerak, meskipun
gerakannya pelan dan bergerak di tempatnya. Sebagian benda lagi ada yang
terus–menerus diam seperti tujuh langit yang ada. Sebagian benda lagi kadang
diam dan kadang bergerak seperti manusia, malaikat, jin dan
binatang.
Termasuk di antara sifat benda juga adalah berwarna kadang sesuatu
berwarna putih, ada yang berwarna merah, kuning atau hijau. Matahari juga
memiliki sifat, di antara sifatnya adalah panas. Angin juga memiliki sifat di
antara sifatnya adalah dingin, panas, berhembus dengan kuat atau pelan.
Jadi Allah ta'ala yang menciptakan alam ini dengan berbagai macam jenis
dan bentuknya, maka Dia tidak menyerupainya, dari satu segi maupun semua segi.
Allah ta'ala tidak menyerupai benda katsif maupun benda lathif dan juga tidak bersifat dengan
sifat–sifat benda, Allah tidak menyerupai satupun dari segala sesuatu yang
diciptakan-Nya, oleh karena itu Ahlussunnah mengatakan:
" الله موجود بلا مكان ولا جهة "
"Allah ada tanpa tempat dan
arah".
Allah menjadikan arah atas sebagai tempat bagi 'arsy dan para Malaikat
yang mengelilinginya dan juga sebagai tempat bagi al-Lauh al Mahfuzh dan lain-lain. Allah
menjadikan manusia, binatang ternak, serangga dan lain-lain bertempat di arah
bawah. Jadi Dzat yang menciptakan sebagian makhluk bertempat di arah 'arsy dan
sebagian yang lain di arah bawah mustahil bagi-Nya memiliki arah. Karena
seandainya dikatakan dia berada di salah satu arah atau bertempat di semua arah
niscaya akan ada banyak serupa bagi-Nya, padahal Allah ta'ala telah berfirman
:
[ ليس كمثله شىء ]
Maknanya : "Tidak ada satupun
yang menyerupai-Nya". Inilah aqidah yang diyakini oleh semua kaum muslimin
di negara-negara muslim; Indonesia, Mesir, Irak, Turki, Marokko, Al Jazair,
Tunisia, Yaman, Somalia dan daratan Syam, mereka semua dan yang lain di
negara-negara lain semua mengajarkan
keyakinan ini.
Sedangkan orang yang meyakini bahwa Allah adalah benda yang sama
besarnya dengan 'arsy, memenuhi 'arsy atau separuh dari 'arsy atau meyakini
bahwa Allah lebih besar dari 'arsy dari segala arah kecuali arah bawah atau
bahwa Allah adalah cahaya yang bersinar gemerlapan atau bahwa Allah adalah benda
yang besar dan tidak berpenghabisan atau berbentuk seorang yang muda atau remaja
atau orang tua yang beruban, maka semua orang ini tidak mengenal Allah. Mereka
tidak menyembah Allah, meskipun mereka mengira diri mereka muslim. Mereka
bukanlah orang yang menyembah (beribadah) Allah, yang mereka sembah adalah
sesuatu yang mereka bayangkan dan gambarkan dalam diri mereka, sesuatu yang
sesungguhnya tidak ada. Musibah mereka yang paling besar adalah bahwa mereka
tidak memahami adanya sesuatu yang bukan benda. Oleh karena itu mereka –dengan
segenap upaya- berusaha menjadikan Allah benda yang bersifat dengan sifat-sifat
benda pula, lalu bagaimana bisa mereka mengaku mengenal dan memahami firman
Allah ( ليس كمثله شىء ] dan beriman kepadanya ?!!. Seandainya mereka benar-benar mengetahui
ayat tersebut dan beriman dengannya niscaya mereka tidak akan menjadikan Allah
sebagai benda, karena alam ini seluruhnya adalah benda dan sifat-sifat benda.
Seandainya terjadi perdebatan antara orang-orang Musyabbihah
(orang-orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) seperti orang Wahhabi
-yang meyakini bahwa Allah adalah benda, yang memiliki ukuran- dengan orang yang
menyembah matahari. Orang Wahhabi akan mengatakan kepada penyembah matahari:
Anda, wahai penyembah matahari, matahari yang engkau sembah ini tidak berhak
untuk menjadi tuhan. Penyembah matahari akan menjawab dan berkata kepada orang
Wahhabi: bagaimana mungkin matahari tidak berhak untuk disembah, padahal
bentuknya indah, manfaatnya sangat besar, anda bisa melihatnya dan saya juga
melihatnya dan semua orang melihatnya, semua orang mengetahui dengan baik
manfaatnya. Bagaimana mungkin agama saya batil dan agamamu benar, sementara anda
menyembah sesuatu yang anda bayangkan dalam diri anda, anda tidak melihatnya dan
kami juga tidak melihatnya, anda mengatakan tuhan anda adalah bentuk yang besar
yang duduk di atas 'arsy ?!!.
Orang Wahhabi tidak akan memiliki dalil 'aqli (argumen rasional) untuk
menjawabnya, seandainya orang Wahhabi mengatakan : al Qur'an telah menegaskan
bahwa Allah adalah pencipta alam, Dia-lah yang berhak untuk disembah, tidak ada
sesuatu selain-Nya yang berhak untuk disembah. Maka orang yang menyembah
matahari tersebut akan mengatakan kepadanya: Saya tidak beriman dengan kitab
suci anda, berikan kepada saya dalil 'aqli bahwa matahari tidak berhak untuk
dijadikan tuhan yang disembah dan bahwa apa yang anda sembah yang anda bayangkan
(dalam benak anda) itu berhak untuk disembah !.
Maka orang Wahhabi akan terdiam dan membisu.
Sedangkan kita, Ahlussunnah memiliki jawaban yang rasional. Kita akan
mengatakan kepada penyembah matahari : matahari yang anda sembah, mempunyai
ukuran tertentu dan bentuk tertentu, karenanya pasti membutuhkan kepada yang
menjadikannya dalam ukuran dan bentuk tersebut. Sedangkan tuhan kami, Ia adalah
sesuatu yang ada tetapi tidak menyerupai segala sesuatu yang ada, tidak
menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, Dia tidak memiliki ukuran, tidak
memiliki bentuk, tidak memiliki arah, tidak memilki tempat dan tidak memiliki
permulaan. Inilah Dzat yang ada, yang
kami sembah yang dinamakan Allah. Dialah yang berhak untuk disembah. Dia yang
menciptakan matahari yang anda sembah, manusia dan segala sesuatu yang
lain.
Seorang Sunni; penganut
akidah Ahlussunnah ketika mengeluarkan hujjah 'aqli ini tanpa mengatakan: Allah
ta'ala berfirman demikian, telah mampu mengalahkan orang kafir yang menyembah
matahari tersebut. Maka segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita
petunjuk kepada keyakinan yang benar ini, kita tidak akan menemukan kebenaran
dan petunjuk semacam ini seandainya tidak karena mendapat petunjuk Allah.
Al Imam Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya-
berkata:
" من زعم أن إلهنا محدود فقد جهل الخالق المعبود" (رواه أبو
نعيم)
Maknanya: "Barang siapa
beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui
Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)" (diriwayatkan oleh Abu
Nu'aym (W. 430 H) dalam Hilyah al
Auliya, juz I hal. 72).
Maksud dari perkataan sayyidina Ali ini adalah bahwa orang yang
berkeyakinan atau beranggapan bahwa Allah
adalah benda yang besar atau kecil maka dia adalah kafir, tidak mengenal
Allah, seperti orang yang meyakini bahwa Allah menempati salah satu arah seperti
arah atas. Karena dengan keyakinan seperti ini orang tersebut telah menjadikan
Allah mahdud (memiliki ukuran),
padahal setiap yang mahdud (berukuran
besar atau kecil) pasti membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam ukuran
tersebut, sementara yang membutuhkan itu lemah dan yang lemah mustahil menjadi
tuhan.
Jadi dalam perkataan sayyidina 'Ali radliyallahu 'anhu terdapat dalil yang
jelas bahwa Allah ta'ala maha suci dari hadd (ukuran) sama sekali. Maka
barangsiapa yang menyandarkan kepada Allah sifat duduk, bersemayam, berada di
atas sesuatu dengan jarak maka sesungguhnya dia tidak mengenal Allah, dan
barangsiapa yang tidak mengenal Allah maka ia sesungguhnya masih berstatus
kafir.
Haba' memiliki ukuran, semut memiliki ukuran, manusia memiliki ukuran,
matahari memiliki ukuran, langit memiliki ukuran, 'arsy memiliki ukuran. Jadi
masing-masing yang disebutkan memiliki ukuran dan membutuhkan kepada yang
menjadikannya dalam ukuran tersebut.
Jadi, setiap sesuatu yang memiliki ukuran pasti dia adalah makhluk, yang
membutuhkan (kepada selainnya) dan lemah maka tidaklah sah baginya sifat
ketuhanan. Ketuhanan hanya sah bagi yang tidak memiliki ukuran sama sekali yaitu
Allah subahanahu wata'ala, yang tidak membutuhkan kepada seluruh alam,
yang tidak mempunyai bentuk dan ukuran.
Al Imam al Ghazali -semoga Allah merahmatinya- berkata :
"لا تصح العبادة إلا بعد معرفة
المعبود"
Maknanya: “Tidak sah ibadah
(seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (Allah) yang wajib
disembah”.
Jadi barangsiapa yang tidak mengenal Allah dengan menjadikan-Nya
memiliki ukuran yang tidak berpenghabisan misalnya maka dia adalah kafir. Dan
tidak sah bentuk-bentuk ibadah yang dilakukannya seperti shalat, puasa, zakat,
haji dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar