PUTRA ANDALO
PUTRA ANDALO
- HOME
- FILM BIOSKOP
- TUTORIAL
- CERPEN
- ILMU AGAMA
- IJTIHAD DAN TAQLID
- B I D ’ A H
- MEMBACA SAYYIDINA KETIKA BERSHALAWAT ATAS NABI
- MEMBACA AL-QUR’AN UNTUK MAYYIT
- MASALAH-MASALAH SEPUTAR SHALAT DAN DZIKIR
- MEMAKAI HIRZ ATAU TA’WIDZ
- HUKUM BERJABAT TANGAN ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DENGAN TANPA PENGHALANG
- TANZIH (Salah Satu Pilar Aqidah Islam)
- MASALAH-MASALAH SEPUTAR SHALAT
- I S B A L
- MENCIUM TANGAN ORANG SALEH DAN BERDIRI UNTUK MENGHORMATI KEDATANGAN SEORANG MUSLIM
- BERMAIN REBANA
- SHALAT DI KUBURAN DAN SHALAT DI MASJID YANG ADA KUBURANNYA
- MASALAH BANGUNAN KUBURAN DAN ZIARAH KUBUR
- SOFWARE
- KITAB
- TERMEMAH MATAN SAFINATUN NAJAH
- DOWNLOAD GRATIS EBOOK HADITS BUKHARI (ARAB-INDO)
- DOWNLOAD GRATIS EBOOK HADITS SHAHIH MUSLIM (ARAB-INDO)
- HADITS BULUGHUL MARAM (ARAB-INDO)
- SHAHIH AL-MUWATHA' karya Imam Malik (ARAB-INDO)
- SHAHIH SUNAN TIRMIDZI (ARAB-INDO)
- SHAHIH ABU DAWUD (ARAB-INDO)
- SYARAH ARBA'IN NAWAWI
- BUKU FIKIH NIAT
- HIMPUNAN HADITS QUDSI
- KITAB HADITS SUNAN NASA'I (BAHASA ARAB - INDO)
- KITAB HADITS MUSNAD AHMAD (BAHASA ARAB)
- KITAB HADITS SUNAN IBNU MAJJAH (BAHASA ARAB-INDO)
- EBOOK HADITS RIYADHUS SHALIHIN
Senin, 29 Juli 2013
Sabtu, 27 Juli 2013
Jumat, 19 Juli 2013
Easy Driver Pack 5.2.9.1 For Windows XP, 7 dan 8 Terbaru 2013 Easy Driver Pack 5.2.9.1 For Windows XP, 7 & 8 Terbaru 2013
Easy Driver Pack 5.2.9.1 For Windows XP, 7 dan 8 Terbaru 2013 - Hy mas bro apa kabar nih ? lama yah tidak berjumpa dengan agus mariyadi putra andalo
hahahaha... maklumlah Ane kan anak kuliahan yang tugasnya belajar,
belajar, dan BELAJAR.... hehehe... OK
langsung saja bro saya akan membagikan Software
yang sangat di butuhkan atau yang paling penting bagi seorang Teknisi
komputer (tukan install). Nama software ini Easy Driver Pack 5.2.9.1 kegunaannya untuk menginstall Driver Laptop dengan hanya beberapa klik saja. Yang berminat monggo Sedot...
Screenshots :
Download Here :
Password : | Status : Tested (Windows 8 Pro 3
Screenshots :
Download Here :
Password : | Status : Tested (Windows 8 Pro 3
Sabtu, 13 Juli 2013
MASALAH-MASALAH SEPUTAR SHALAT
JARI BERPUTAR PADA TASYAHHUD ?
Dalam masalah ini
terdapat beberapa hadits:
Hadits Pertama: Hadits Abdullah ibn az-Zubayr, beliau menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam pada saat
tasyahhud menunjuk (Isyarah) dengan
jarinya ketika berdoa dan tidak menggerakkannya. Hadits ini diriwayatkan oleh
imam Muslim, Abu Dawud dan al Bayhaqi dengan sanad yang
sahih.
Hadits Ke dua: Hadits sahabat Wa-il bin Hujr yang menceritakan sholat Rasulullah,
ketika menggambarkan keadaan tangan Rasulullah pada saat duduk tasyahhud dia
mengatakan : kemudian Rasulullah mengangkat jari telunjuk, dan aku melihatnya ia
menggerakkan jari tersebut berdoa dengannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan al Bayhaqi dengan sanad yang sahih.
Perhatian :
Berdoa dalam hadits ini yang dimaksud adalah bertasyahhud, disebut
demikian karena tasyahhud memang mengandung doa, demikian dijelaskan dalam 'Awn al Ma'bud Syarh Sunan Abu
Dawud.
Permasalahan :
Pertama: Apakah Rasulullah ketika tasyahhud mengangkat jari telunjuk saja tanpa
menggerakkannya atau mengangkat dan menggerakkannya ?
Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat :
- Dalam madzhab Syafi'i menurut wajh yang sahih seperti ditegaskan oleh
kebanyakan Ashhab asy-Syafi'i bahwa
seseorang mengangkat telunjuknya tanpa menggerakkannya. Seandainya seseorang
menggerakkannya hukumnya adalah makruh dan tidak membatalkan sholat karena itu
adalah gerakan yang sedikit ('amal
qalil). Maksud Tahrik dalam
hadits Wa-il bin Hujr (hadits ke dua) adalah al Isyarah (menunjuk) dan ar-Raf' (mengangkat) bukan mengulang
menggerakkan telunjuk. Al Bayhaqi mengatakan: Sehingga dengan demikian hadits
Wa-il bin Hujr (hadits ke dua) sesuai dan selaras dengan riwayat Ibn az-Zubayr
(hadits yang pertama).
- Pendapat al Imam Abu Hanifah
sama dengan pendapat madzhab Syafi'i di atas
bahwa ketika seorang mengangkat telunjuk untuk memberi isyarah
ia tidak menggerakkannya.
- Madzhab Maliki (Imam Malik bin
Anas dan para pengikutnya) berpendapat bahwa sesuai hadits Wa-il bin Hujr maka
seseorang ketika mengangkat telunjuknya hendaklah menggerakkannya dengan pelan.
Sedangkan Hadits Ibn az-Zubayr (hadits pertama) bahwa Rasulullah tidak
menggerakkan telunjuknya berarti beliau meninggalkan tahrik untuk menjelaskan bahwa itu bukan hal yang
wajib.
Ke Dua: Berapa lama jari telunjuk tersebut diangkat ?
Jari telunjuk tetap diangkat hingga selesai
tasyahhud.
Ke Tiga: Al Bayhaqi meriwayatkan dalam
as-Sunan al Kubra :
" أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان قاعدا في
الصلاة واضعا ذراعه اليمنى على فخذه اليمنى ، رافعا إصبعه السبابة قد أحناها شيئا
وهو يدعو "
Maknanya
: "Bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam
ketika duduk pada saat sholat, beliau meletakkan tangan kanan di atas paha kanan
dan mengangkat jari telunjuknya sambil sedikit menekuknya ke bawah ketika berdoa
(bertasyahhud)".
Dengan dalil hadits ini para ulama mengatakan bahwa disunnahkan ketika
tasyahhud untuk mengangkat jari telunjuk dengan sedikit menekuknya ke
bawah.
Ke Empat: Memberi Isyarah yang dimaksud adalah mengangkat jari telunjuk
yang satu untuk mengisyaratkan keesaan Allah subhanahu
wata'ala.
Dengan demikian
diketahui bahwa tidak ada seorangpun di antara para ulama yang memahami hadits
Wa-il bin Hujr yang berisi Tahrik
tersebut bahwa maksudnya adalah menggerakkan dengan cepat dan sambil
diputar-putar. Al Imam Malik yang memahami bahwa tahrik adalah menggerakkan dan bukan
sekedar mengangkat dan memberi isyarah, beliau mengatakan menggerakkannya dengan
pelan ke atas dan ke bawah.
POSISI TANGAN PADA SAAT BERDIRI KETIKA SHOLAT
Dalam masalah ini terdapat tiga riwayat :
Pertama: Riwayat bahwa Rasulullah
meletakkan kedua tangannya setelah takbiratul ihram di bawah dada dan di
atas pusar. Riwayat ini diikuti oleh madzhab Syafi'i.
Ke Dua: Riwayat bahwa Rasulullah meletakkan kedua tangannya setelah takbiratul ihram di atas dada (pada
tulang-tulang rusuk di dada) dan di atas pusar.
Ke Tiga: Riwayat bahwa Rasulullah
meletakkan kedua tangannya setelah takbiratul ihram di bawah pusar. Riwayat
ini diikuti oleh madzhab Hanafi.
Sedangkan meletakkan kedua tangan di lambung samping tidak ada dasarnya
sama sekali.
I S B A L
Salah satu maksiat badan adalah memanjangkan pakaian (sarung ataupun
yang lainnya) yakni menurunkannya hingga ke bawah mata kaki dengan tujuan
berbangga dan menyombongkan diri (al
Fakhr). Hukum dari perbuatan ini adalah dosa besar kalau memang tujuannya
adalah untuk menyombongkan diri, jika tidak dengan tujuan tersebut maka hukumnya
adalah makruh. Jadi cara yang dianjurkan oleh syara' adalah memendekkan sarung
atau semacamnya sampai di bagian tengah betis.
Hukum
yang telah dijelaskan ini adalah hasil dari pemaduan (Taufiq) dan penyatuan (Jam')
dari beberapa hadits tentang masalah ini. Pemaduan ini diambil dari hadits riwayat al Bukhari dan Muslim bahwa ketika Nabi r mengatakan
:
"من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة " رواه البخاري ومسلم
Maknanya : "Barang siapa menarik
bajunya (ke bawah mata kaki) karena sombong,
Allah tidak akan merahmatinya kelak di hari kiamat" (H.R. al Bukhari dan
Muslim)
Abu Bakr yang mendengar ini lalu bertanya kepada Nabi : "Wahai
Rasulullah, sarungku selalu turun kecuali kalau aku mengangkatnya dari waktu ke
waktu ?" lalu Rasulullah SAW bersabda
:
"إنك لست ممن يفعله خيلاء " رواه البخاري
ومسلم
Maknanya : "Sesungguhnya engkau
bukan orang yang melakukan itu karena sombong"
(H.R. al Bukhari dan Muslim)
Jadi
oleh karena Abu Bakr melakukan hal itu bukan karena sombong maka Nabi tidak mengingkarinya dan tidak menganggap perbuatannya sebagai perbuatan munkar; yang diharamkan.
MENCIUM TANGAN ORANG SALEH DAN BERDIRI UNTUK MENGHORMATI KEDATANGAN SEORANG MUSLIM
Perlu diketahui bahwa mencium tangan orang yang saleh, penguasa yang
bertakwa dan orang kaya yang saleh adalah perkara yang mustahabb (sunnah) yang disukai Allah,
berdasarkan hadits-hadits Nabi dan dan
atsar para sahabat.
Di antaranya hadits
yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan lainnya: bahwa ada dua orang Yahudi
bersepakat "Mari kita pergi menghadap Nabi ini untuk menanyainya tentang
sembilan ayat yang Allah turunkan kepada Nabi Musa. Maksud dua orang ini adalah
ingin mencari kelemahan Nabi karena dia ummi (karenanya mereka menganggapnya
tidak mengetahui sembilan ayat tersebut) , maka tatkala Nabi menjelasan kepada
keduanya (tentang sembilan ayat tersebut) keduanya terkejut dan langsung mencium
kedua tangan Nabi dan kakinya. Imam at–Tarmidzi berkomentar tentang hadits ini:
" hasan sahih ".
Abu asy-Syaikh dan
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ka'ab bin Malik -semoga Allah meridlainya- dia berkata:
"Ketika turun ayat tentang (diterimanya) taubat-ku, aku mendatangi Nabi lalu
mencium kedua tangan dan lututnya" .
Imam al Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya al Adab al Mufrad bahwa Ali bin Abi
Thalib -semoga Allah meridlainya-
telah mencium tangan Abbas dan kedua kakinya, padahal Ali lebih tinggi
derajatnya daripada 'Abbas namun karena 'Abbas adalah pamannya dan orang yang
saleh maka dia mencium tangan dan kedua kakinya.
Demikian
juga dengan 'Abdullah ibnu 'Abbas -semoga
Allah meridlainya- yang termasuk
kalangan sahabat yang kecil ketika Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam mwninggal.
Dia pergi kepada sebagian sahabat untuk menuntut ilmu dari mereka. Suatu ketika
beliau pergi kepada Zaid bin Tsabit yang merupakan sahabat yang paling banyak
menulis wahyu, ketika itu Zaid sedang keluar dari rumahnya. Melihat itu
'Abdullah bin Abbas memegang tempat Zaid meletakan kaki di atas hewan
tunggangannya. Lalu Zaid bin Tsabit-pun mencium tangan 'Abdullah bin 'Abbas
karena dia termasuk keluarga Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam sambil
mengatakan: "Demikianlah kami memperlakukan keluarga Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam". Padahal
Zaid bin Tsabit lebih tua dari 'Abdullah bin 'Abbas. Atsar ini diriwayatkan oleh al Hafizh Abu Bakar bin al Muqri pada Juz Taqbil al Yad.
Ibnu
Sa'ad juga meriwayatkan dengan sanadnya dalam kitab Thabaqaat dari 'Abdurrahman bin Zaid al
'Iraqi, ia berkata: "Kami telah mendatangi Salamah bin al Akwa' di ar-Rabdzah lalu ia
mengeluarkan tangannya yang besar seperti sepatu kaki unta lalu dia berkata :
"Dengan tanganku ini aku telah membaiat Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam, lalu kami
meraih tangannya dan menciumnya ".
Juga telah diriwayatkan dengan sanad
yang sahih bahwa Imam Muslim mencium tangan Imam al Bukhari dan berkata
kepadanya:
ولو أذنت لي لقبلت
رجلك
"Seandainya
anda mengizinkan pasti aku cium kaki
anda".
Dalam kitab at-Talkhish al
Habir karangan al Hafizh Ibnu Hajar al 'Asqalani disebutkan: " Dalam masalah
mencium tangan ada banyak hadits yang dikumpulkan oleh Abu Bakar bin al Muqri, kami mengumpulkannya dalam satu
juz, di antaranya hadits Ibnu Umar dalam suatu kisah beliau
berkata:
فدنونا من التبي صلى الله عليه وسلم فقبلنا يده ورجله (رواه أبو داود)
"Maka
kami mendekat kepada Nabi
shallallahu 'alayhi wasallam lalu kami cium tangan dan kakinya".
Hadits
ini diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Di antaranya juga hadits Shafwan bin 'Assal, dia berkata:
"Ada seorang
Yahudi berkata kepada temannya: Mari
kita pergi kepada Nabi ini (Muhammad).
Lanjutan
hadits ini:
فقبلا يده ورجله وقالا: نشـهد أنك نبي
"Maka
keduanya mencium tangan Nabi dan kakinya lalu berkata: Kami bersaksi bahwa
engkau seorang Nabi".
Hadits
ini diriwayatkan oleh Para Penulis Kitab-kitab
Sunan (yang empat)
dengan sanad yang kuat.
Juga
hadits az-Zari' bahwa ia termasuk rombongan utusan Abdul Qays , ia berkata:
فجعلنا نتبادر من
رواحلنا فنقبل يد النبي صلى الله عليه وسلم
"Maka
kami bergegas turun dari kendaraan kami lalu kami mencium tangan Nabi
shallallahu 'alayhi wasallam
".
Hadits
ini diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Dalam
hadits tentang peristiwa al Ifk
(tersebarnya kabar dusta bahwa 'Aisyah berzina)
dari 'Aisyah, ia berkata : Abu Bakar berkata kepadaku
:
قومي فقبلي
رأسه
"Berdirilah
dan cium kepalanya (Nabi)".
Dalam
kitab sunan yang tiga (Sunan Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa-i) dari 'Aisyah ia
berkata:
ما رأيت أحدا كان أشبه سمتا وهديا ودلا برسول الله من فاطمة، وكان إذا
دخلت عليه قام إليها فأخذ بيدها فقبلها وأجلسها في مجلسه ، وكانت إذا دخل عليها
قامت إليه فأخذت بيده فقبلته، وأجلسته في مجلسها
"Aku
tidak pernah melihat seorangpun lebih mirip dengan Rasulullah dari Fathimah
dalam sifatnya, cara hidup dan gerak-geriknya.
Ketika Fathimah datang kepada Nabi, Nabi berdiri menyambutnya lalu
mengambil tangannya kemudian menciumnya dan membawanya duduk di tempat duduk
beliau, dan apabila Nabi datang kepada Fathimah, Fathimah berdiri menyambut
beliau lalu mengambil tangan beliau kemudian menciumnya, setelah itu ia
mempersilahkan beliau duduk di tempatnya".
Demikian penjelasan al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab
at-Talkhish al Habir .
Dalam hadits yang
terakhir disebutkan juga terdapat dalil kebolehan berdiri untuk menyembut orang
yang masuk datang ke suatu tempat jika
memang bertujuan untuk menghormati bukan untuk bersombong diri dan menampakkan
keangkuhan.
Sedangkan hadits
riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi dari Anas bahwa para sahabat jika mereka melihat
Nabi mereka tidak berdiri untuknya karena mereka mengetahui bahwa Nabi tidak
menyukai hal itu, hadits ini tidak menunjukkan kemakruhan berdiri untuk
menghormati. Karena Rasulullah tidak menyukai hal itu sebab takut akan
diwajibkan hal itu atas para sahabat. Jadi beliau tidak menyukainya karena
menginginkan keringanan bagi ummatnya dan sudah maklum bahwa Rasulullah kadang
suka melakukan sesuatu tapi ia meninggalkannya meskipun ia menyukainya karena
beliau menginginkan keringanan bagi ummatnya.
Sedangkan hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi bahwa Rasulullah shallallahu
'alayhi wasallam bersabda :
" من أحب أن يتمثل له
الرجال قياما فليتبوأ مقعده من النار"
Berdiri
yang dilarang dalam hadits ini adalah berdiri yang biasa dilakukan oleh
orang-orang Romawi dan Persia kepada raja-raja mereka. Jika
mereka ada di suatu majlis lalu raja mereka masuk mereka berdiri untuk raja
mereka dengan Tamatstsul ; artinya
berdiri terus hingga sang raja pergi meninggalkan majlis atau tempat tersebut.
Ini yang dimaksud dengan Tamatstsul
dalam bahasa Arab.
Sedangkan riwayat yang disebutkan
oleh sebagian orang bahwa Nabi shallallahu 'alayhi wasallam menarik
tangannya dari tangan orang yang ingin menciumnya, ini adalah hadits yang sangat
lemah menurut ahli hadits.
Sungguh aneh orang yang menyebutkan
hadits tersebut dengan tujuan menjelekkan mencium tangan, bagaimana dia
meninggalkan sekian banyak hadits sahih yang membolehkan mencium tangan dan
berpegangan dengan hadits yang sangat lemah untuk melarangnya !?.
BERMAIN REBANA
Al
Bukhari dalam kitab Shahih-nya
meriwayatkan dari 'Aisyah bahwasanya ia mengantar pengantin perempuan kepada
seorang lelaki dari kabilah Anshar, kemudian Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"Wahai 'Aisyah, tidakkah kalian
memiliki hiburan untuk pengantin? Sesungguhnya kaum Anshar menyukai hiburan !" .
Al Hafizh Ibnu Hajar al 'Asqalani
dalam Syarah-nya (terhadap Sahih al Bukhari) mengatakan: "Dalam
riwayat Syarik, Rasulullah bersabda: "Tidakkah kalian mengutus bersamanya
(pengantin wanita) seorang gadis yang memukul rebana dan bernyanyi? Aku ('Aisyah) berkata: Apa
yang dinyanyikan gadis itu?, Rasulullah menjawab: ia menyanyikan:
أتيـناكم أتيناكـم فحيونا نحيـيكم
ولو لا الذهب الأحمر ما حلت
بواديكم
ولو لا
الحنطة السمرا ء ما سمنت
عذاريكم
(Kami mendatangi kalian, kami mendatangi kalian,
maka sambutlah kami, kamipun akan menyambut kalian. Kalaulah tidak karena Dzahab
Ahmar (emas merah) maka tidak akan sampai (pengantin) ke kampung kalian. Dan
kalaulah bukan karena Hinthah as-Samra (gandum cokelat) maka tidak akan gemuk
perawan-perawan kalian).
Abu
Dawud dalam kitab Sunan-nya
meriwayatkan bahwa ada seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu 'alayhi wasallam lalu ia
berkata: Wahai Rasulullah ,sesungguhnyan aku bernadzar untuk memukul rebana di
hadapanmu, Rasulullah bersabda: penuhilah nadzarmu !, wanita itu berkata lagi:
Sesungguhnya aku juga bernadzar untuk menyembelih binatang di tempat ini dan ini
-tempat yang biasa dipakai oleh orang Jahiliyyah untuk menyembelih binatang -, Rasulullah
bertanya: apakah sembelihan itu untuk berhala? Ia menjawab: tidak, Rasulullah
bertanya lagi: untuk patung? Ia menjawab : tidak, Rasulullah bersabda:
laksanakan nadzarmu."
At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban
meriwayatkan: "Bahwasanya Nabi shallallahu 'alayhi wasallam ketika
pulang ke Madinah dari sebuah
peperangan, didatangi oleh seorang gadis berkulit hitam, kemudian gadis itu
berkata: Wahai Rasulullah, aku telah bernadzar apabila Allah mengembalikan
engkau dari medan perang dengan selamat aku akan memukul
rebana di depanmu, maka Rasulullah bersabda kepadanya: "Kalau engkau memang
bernadzar seperti itu ,laksanakanlah nadzarmu".
Sedangkan orang yang mengatakan
bahwa kebolehan memukul rebana hanya berlaku bagi wanita, maka pendapat ini
tertolak, karena kebolehan memukul rebana berlaku umum bagi laki-laki dan
perempuan. Pengkhususan (kebolehan tersebut) bagi wanita tidak ada dalilnya
secara 'urf (kebiasaan) maupun
syara', karena penduduk Yaman sudah masyhur di kalangan mereka bahwa kaum lelaki
bermain rebana, begitu juga kaum sufi di daratan syam dan ahli dzikir begitulah
kebiasaan mereka.
Al Hafizh al Mujtahid Taqiyyuddin
as-Subki ketika membantah pendapat tersebut mengatakan: " Jawaban : (segala puji bagi Allah) al Imam Muslim
meriwayatkan dalam kitab Sahih-nya
dari hadits Abu Mu'awiyah dari Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya dari 'Aisyah –semoga Allah meridlainya- dalam
haditsnya yang panjang, ia berkata: "(suatu ketika) Abu Bakar masuk ke rumahku,
ketika itu di sampingku ada dua gadis Anshar sedang bernyanyi dengan nyanyian
yang biasa dinyanyikan kaum Anshar pada perang Bu'ats, 'Aisyah berkata: mereka berdua
bukanlah penyanyi, kemudian Abu Bakar berkata: Apakah dibiarkan suara setan
berdendang di rumah Rasulullah.?. Kejadian ini terjadi pada hari raya, kemudian
Rasulullah bersabda:
" يا أبا
بكر ، إن لكل قوم عيدا ، وهذا عيدنا "
Maknanya:
"Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum
mempunyai hari raya, dan ini adalah hari raya kita".
Dan
dalam hadits Abu Mu'awiyah dari Hisyam
dengan isnad ini ada keterangan:
جاريتان يلعبان بالدف
"(ada) dua gadis yang bermain rebana".
An-Nasa-i juga
meriwayatkan dari az-Zuhri dari 'Urwah: " Dan ada dua gadis yang memukul rebana
dan bernyanyi sedangkan Rasulullah sedang berselimut dengan pakaiannya kemudian
beliau membuka wajahnya lalu berkata:
دعهما يا أبا بكر إنها أيام عيد
"Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar,
sesungguhnya hari-hari ini adalah hari raya".
Hari-hari
tersebut adalah hari-hari mabit di Mina, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam pada hari itu berada di Madinah, dua orang
gadis tersebut memukul rebana di hadapan Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam dan beliau
mendengarkan".
Perkataan
Nabi: دعهما يا أبا بكرadalah
salah satu dalil terkuat atas dihalalkannya bermain rebana, oleh karena itu kita
menyetujui ulama' yang menghalalkannya secara mutlak dalam acara walimatul 'urs,
khitan dan lainnya. Dan mayoritas para 'ulama tidak membedakan (dalam kehalalan tersebut)
antara laki-laki dan perempuan. Pendapat al Halimi yang membedakan antara
keduanya adalah lemah karena dalil-dalil yang ada tidak menunjukkan pembedaan
itu.
Mengenai kehalalan
wanita bermain rebana sudah nyata, begitu juga kebolehan mendengarkannya bagi
laki-laki sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits yang sahih
ini.
Sedangkan mengenai
hukum laki-laki bermain rebana, maka hukum asal segala sesuatu adalah persamaan
antara laki-laki dan perempuan dalam hukum, kecuali jika ada dalil syar'i yang
membedakan, sedangkan dalam masalah ini tidak ada dalil yang membedakan, juga
dalam kenyataan bermain rebana bukanlah hal yang hanya dilakukan oleh perempuan
sehingga bisa dikatakan haram bagi
laki-laki menyerupai wanita dalam hal ini, berarti hadits mengenai hal ini tetap
dalam keumumannya (berlaku bagi laki-laki dan perempuan).
Juga telah diriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda:
" أعلنوا النكاح واضربوا عليه بالدف "
"Umumkanlah
suatu pernikahan dan pukullah rebana dalam rangka hal itu."
Andaikata
hadits ini sahih pasti bisa dipakai sebagai hujjah (untuk kebolehan laki-laki
bermain rebana), karena kata اضربوا khitabnya (yang diajak bicara) adalah laki-laki., tapi hadits
tersebut adalah hadits yang dla'if
(lemah).
Dalam madzhab Ahmad memang dibedakan (antara laki-laki dan
peempuan) dalam hal istihbab
(kesunnahan) bukan dalam hal jawaz
(kebolehan) menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab mereka", demikian
penjelasan as-Subki.
Catatan
:
Perlu diketahui bahwa kata الجارية dalam bahasa arab
maknanya adalah seorang gadis baik yang merdeka atau budak (hamba sahaya), dan
dugaan sebagian orang bahwa kata itu maknanya khusus bagi hamba sahaya atau anak
perempuan yang masih kecil adalah persangkaan yang salah dan ketidak tahuan
terhadap bahasa Arab.
Al Ghazali dalam kitab Ihya'
'Ulumuddin mengatakan:
"Sifat
(yang menyebabkan alat musik diharamkan)
kedua adalah alat yang menjadi
identitas para pemabuk dan para waria yaitu seruling, gitar dan semacamnya dan gendang yang
bentuk ke dua ujungnya besar sementara
tengahnya kecil ,inilah tiga alat musik yang dilarang, sedangkan selain itu
tetap pada hukum asal kebolehannya
seperti rebana meskipun ada kecreknya, juga seperti gendang dan syahin". Al
Hafizh Muhammad Murtadla az-Zabidi dalam syarhnya terhadap Kitab Ihya'
menyetujui perkataan al Ghazali ini.
Dalam kitab Kaffu ar-Ra'a' 'an Muharramat al-Lahwi wa
as-Sama' karangan Ibnu Hajar al Haytami disebutkan: "Asy-Syaikhan (dua
Syekh) –yakni ar-Rafi'i dan an-Nawawi– mengatakan : ketika kita membolehkan
bermain rebana, itu kalau memang tidak ada kecreknya, sedangkan jika ada
kecreknya maka menurut pendapat yang lebih sahih hukumnya tetap
halal".
Dalam al Fatawa al Kubra (4/356) karangan Ibnu Hajar al Haitami juga
disebutkan: "Orang-orang Habasyah telah menari di masjid sedangkan Nabi shallallahu 'alayhi wasallam melihat mereka dan menyetujui perbuatan
mereka. Dalam Jami' at-Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah dari 'Aisyah rodliyallahu 'anha bahwasanya Nabi shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
" أعلنوا هذا النكاح
وافعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدف "
"Umumkanlah
oleh kalian pernikahan ini laksanakanlah ia di masjid-masjid dan pukullah rebana
dalam rangka hal itu."
Hadits
ini mengisyaratkan bolehnya memukul rebana di masjid-masjid karena acara
pernikahan, jika ini diterima (dibenarkan) berarti bisa disamakan acara-acara
yang lain dengannya".
Ibnu Hajar juga mengatakan dalam
kitab Fath al Jawad bi Syarh al Irsyad
(2/406): "Diperbolehkan rebana meskipun ada semacam kecreknya, bagi
laki-laki dan perempuan meskipun tidak ada sebab apapun".
SHALAT DI KUBURAN DAN SHALAT DI MASJID YANG ADA KUBURANNYA
Sholat di Kuburan
Jika seseorang berada
di areal pekuburan lalu melakukan sholat dan menghadap Ka'bah. Maka ketika
menghadap kiblat, di depannya di arah kiblat akan ada kuburan. Hukum sholat
semacam ini adalah makruh saja dan tidak haram. Suatu ketika sayyidina Umar
melihat orang yang sholat dan di depannya ada kuburan lalu beliau mengatakan:
"Awas kuburan, Awas kuburan",
maksudnya jauhilah menyengaja menghadap kuburan. Beliau tidak mengatakan engkau
telah melakukan hal yang haram. Kemudian kemakruhan ini akan hilang jika
kuburannya tertutup. Al Bukhari meriwayatkan dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam
bersabda:
" قاتل الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم
مساجد يحذر ما صنعوا "
Maknanya : "Semoga Allah melaknat
orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan-kuburan para nabi
mereka sebagai tempat dan tujuan bersujud dan beribadah, hendaklah dijauhi apa
yang mereka lakukan itu" (H.R. al Bukhari)
Kemudian
'Aisyah mengatakan :
" ولو لا ذلك لأبرز قبـره "
"Seandainya bukan karena itu
pasti akan dinampakkan kuburan Nabi".
Jadi
'Aisyah –perawi hadits ini- memahami bahwa larangan sholat ke arah kuburan
adalah ketika kuburan tersebut nampak jelas, dan bukan secara
mutlak.
Sholat di kuburan menjadi haram jika
menyengaja menjadikan kuburan sebagai kiblatnya, dan bahkan menjadi kufur jika
bertujuan beribadah kepada kuburan.
Sholat di Masjid yang ada Kuburannya
Sedangkan sholat di
masjid yang di dalamnya terdapat pekuburan hukumnya adalah
boleh.
Mengenai hadits al Bukhari
:
" لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد "
Maknanya : "Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan
kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai tempat dan tujuan bersujud dan
beribadah, hendaklah dijauhi apa yang mereka lakukan itu".
Dalam hadits itu juga ada perkataan 'Aisyah:
" ولو لا ذلك لأبرزوا
قبـره "
"Dan
andaikata bukan karena itu pasti mereka menampakkan kuburanya(kuburan
Rasulullah)"
Hadits tersebut dimaksudkan untuk
orang yang sholat dan menghadap ke kuburan dengan tujuan mengagungkan kuburan
tersebut. Ini mungkin terjadi jika memang kuburan tersebut nampak dan tidak
tertutup. Jadi jika kondisinya tidak demikian maka tidaklah haram hukumnya
sholat di sana .
Tidak haram orang sholat ke kiblat dan di depannya ada kuburan jika ia tidak
bertujuan menghadap ke kuburan untuk mengagungkannya. Tidak haram juga jika
kuburan tersebut tertutup dan tidak nampak, karena jika tidak nampak tidak
mungkin seseorang bertujuan menghadap ke kuburan tersebut.
Jadi hanya karena adanya kuburan di
sebuah masjid tanpa dimaksudkan oleh orang yang sholat untuk menghadap kepadanya
itu tidak dilarang oleh hadits tersebut. Karenanya ulama madzhab Hanbali
menegaskan bahwa sholat di pekuburan hukumnya adalah makruh dan tidak
diharamkan.
Di antara dalil yang menunjukkan
tidak diharamkannya sholat di masjid yang ada kuburannya apabila tidak nampak
adalah sebuah hadits yang sahih bahwa masjid al
Khayf di dalamnya terdapat kuburan 70 Nabi, bahkan menurut suatu
pendapat kuburan Nabi Adam ada di sana, di dekat masjid. Masjid al
Khayf ini telah digunakan pada
zaman Nabi hingga sekarang. Hadits ini disebutkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar
dalam kitabnya al Mathalib al
'Aliyah, dan al Hafizh al Bushiri mengatakan: Hadits ini diriwayatkan oleh
Abu Ya'la dan al Bazzar dengan isnad yang sahih.
Sedangkan hadits لا تصلوا إلى القبور tidak menunjukkan atas
haramnya sholat di masjid yang ada kuburannya. Akan tetapi maksudnya tergantung
pada keadaan kuburan dan orang yang
sholat di sana
seperti perincian hukum di atas.
Karenanya al Buhuti al Hanbali telah menegaskan dalam kitab Syarh Muntaha al Iradat bahwasanya
sholat seseorang yang menghadap ke kuburan tetapi disertai ada penghalang
antara orang yang sholat dan kuburan
tersebut hukumnya tidak lagi
makruh.
Adapun hadits yang
berbunyi:
" لعن الله زوارات
القبور والمتخذين عليها المساجد والسرج "
Maksudnya
adalah bahwa orang yang membangun masjid di atas kuburan untuk mengagungkan
kuburan tersebut adalah mal'un
(dilaknat), begitu juga orang yang meletakkan lampu atau lilin di atas kuburan
untuk mengagungkan kuburan tersebut juga dilaknat.
MASALAH BANGUNAN KUBURAN DAN ZIARAH KUBUR
Bangunan Kuburan
Diharamkan membuat
kuburan dalam bentuk bangunan, jika status tanah pekuburannya adalah tanah wakaf
untuk pekuburan. Kuburan cukup diberi batu di bagian kepala mayyit dan di bagian
kaki mayyit, sehingga diketahui oleh orang yang datang untuk berziarah. Namun
jika status tanah pekuburannya adalah milik perorangan, tidak haram hukumnya membangun kuburan dengan
seizin pemilik tanah, hukumnya hanya makruh saja.
Maksud dari
diharamkannya membangun kuburan di tanah wakaf adalah bahwa hal itu bisa
mempersempit areal pekuburan bagi kaum muslimin yang lain untuk dikuburkan di
sana, karena jika ada bangunan di salah satu kuburan akan sulit bagi mereka
membongkarnya untuk menguburkan mayit lain di sana. Kecuali jika ada keadaan
darurat seperti jika daerah pekuburan tersebut rawan binatang buas yang biasa
menggali kuburan dan memakan jasad mayit atau ada kekhawatiran kuburan akan
diisi dengan mayit lain sebelum jasad mayit yang lama punah, dalam keadaan
seperti ini membangun kuburan hukumnya boleh (Ja-iz).
Ziarah Kubur
Ziarah kubur adalah
sesuatu yang diperbolehkan dalam agama. Larangan berziarah kubur telah dihapus
oleh hadits Nabi:
" كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها
"
Maknanya : "Dulu aku melarang
kalian untuk ziarah kubur, sekarang berziarahlah ke
kuburan".
Bahkan Rasulullah menganjurkan untuk melakukan ziarah kubur dengan menjelaskan
hikmahnya:
" زوروا القبور فإنها تذكركم بالآخرة " رواه
البيهقي
Maknanya : "Berziarahlah kalian
ke kuburan, sungguh hal itu akan mengingatkan kalian kepada akhirat" (H.R.
al Bayhaqi)
Sedangkan hadits
riwayat at-Tirmidzi bahwa Rasulullah melaknat wanita-wanita yang berziarah
kubur, maksudnya adalah mereka yang berziarah dengan disertai dengan an-Niyahah (menjerit dengan meratap
karena musibah kematian) dan an-Nadb
(menyebut-nyebut kebaikan mayyit dengan suara yang keras dengan mengatakan: oh
pelindungku! dan semacamnya) dan semacamnya. Sedangkan ziarah kubur bagi
perempuan tanpa ada unsur-unsur tersebut hukumnya adalah boleh menurut sebagian
ulama dan makruh menurut sebagian yang lain.
Ziarah kubur pada
malam hari hukumnya adalah sunnah karena telah diriwayatkan dengan sahih bahwa
Rasulullah pergi berziarah ke al
Baqi' di malam hari dan beristighfar untuk ahli kubur (H.R. Muslim). Hal
yang dimakruhkan adalah bermalam di kuburan. Bermalam artinya berada di kuburan
hingga fajar tiba atau menghabiskan kebanyakan malam di kuburan. Sedangkan
berada di kuburan di malam hari untuk satu atau dua jam untuk i'tibar (mengambil pelajaran) hukumnya
adalah sunnah.
Ziarah Kubur pada Hari Raya
Sebagian orang
menganggap tradisi masyarakat yang melakukan ziarah kubur pada hari raya sebagai
bid'ah muharramah (bid'ah yang diharamkan). Padahal tidak ada satu hadits-pun yang
melarang hal tersebut. Hadits yang menganjurkan untuk berziarah kubur adalah
hadits yang umum tanpa ada batasan waktu yang diperbolehkan atau dilarang. Jadi
kapan-pun orang berziarah ke kuburan hukumnya adalah boleh, termasuk pada hari
raya. Bahkan Sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib mengatakan :
" من السنة زيارة جبانة المسلمين يوم العيد وليلته
"
"Di
antara sunnah Nabi adalah berziarah ke kuburan kaum muslimin di siang hari raya
dan malamnya".
Hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang saat Ziarah
Kubur
Dimakruhkan
dengan sangat duduk di atas kuburan, menginjak kuburan dengan kaki tanpa ada
kebutuhan, jika ada kebutuhan tidak dimakruhkan menginjak kuburan. Ini kalau
memang tidak terdapat tulisan yang diagungkan di atas kuburan.
Diharamkan thawaf (mengelilingi) kuburan para wali
seperti yang dilakukan oleh sebagian orang di kuburan al Husein di Mesir.
Melainkan yang seyogyanya dilakukan adalah berdiri di hadapan bagian kepala
mayit, mengucapkan salam kepadanya lalu berdoa kepada Allah dengan mengangkat
tangan atau tanpa mengangkat tangan.
Meletakkan tangan di dinding kuburan hukumnya boleh. Sebagian ulama
madzhab Syafi'i menganggap makruh hal itu. Sedangkan al Imam Ahmad ibn Hanbal
mengatakan kalau tujuannya adalah untuk tabarruk boleh dan tidak bermasalah;
yakni jika peziarah meyakini bahwa tidak ada yang menciptakan manfaat dan
menjauhkan dari mudlarat kecuali Allah dan tujuannya adalah agar Allah
menjadikan ziarahnya kepada seorang wali tersebut sebagai sebab mendapatkan
manfaat dan dijauhkan dari mudlarat.
Langganan:
Postingan (Atom)